Accounting

PAJAK E-COMMERCE

PAJAK E-COMMERCE

Halo sobat Acis, Kembali lagi bersama kami Acis Indonesia. Pada kesempatan kali ini Kami akan membahas mengenai Pajak e-Commerce.

Pengertian Pajak E-Commerce

Pajak ecommerce adalah kewajiban perpajakan yang dikenakan kepada pelaku bisnis online atau transaksi yang dilakukan secara digital. Pajak ini berlaku untuk semua jenis transaksi jual-beli yang dilakukan melalui platform digital, baik itu barang fisik maupun layanan. Berikut beberapa komponen utama dalam pajak e-commerce di Indonesia:

1. Pajak Penghasilan (PPh)

Pajak Penghasilan dikenakan kepada pemilik usaha atau individu yang mendapatkan penghasilan melalui aktivitas e-commerce. Besarnya tarif PPh tergantung pada jenis penghasilan dan skala usaha. Contohnya:

  • PPh 21: Pajak atas penghasilan perorangan yang bekerja di perusahaan atau usaha e-commerce.
  • PPh 22: Dikenakan untuk transaksi tertentu, seperti impor barang.
  • PPh 23: Pajak yang dikenakan atas pendapatan dari jasa yang diberikan dalam transaksi online.
  • PPh Final UMKM: Jika pelaku usaha memiliki omset di bawah Rp 4,8 miliar per tahun, mereka dikenakan pajak final sebesar 0,5% dari omset.

2. Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

PPN adalah pajak yang dikenakan atas transaksi jual-beli barang atau jasa. Untuk e-commerce, PPN dikenakan ketika barang atau jasa dijual kepada konsumen, baik itu barang fisik maupun digital (seperti e-book, aplikasi, atau langganan layanan streaming).

  • Tarif PPN di Indonesia adalah 11% sejak 2022.

3. Pajak Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE)

PMSE adalah pajak yang dikenakan khusus untuk transaksi digital yang melibatkan barang atau jasa digital yang diperoleh melalui platform digital. Ini termasuk langganan streaming, pembelian aplikasi, dan layanan cloud. Pajak ini diberlakukan kepada platform digital internasional yang menawarkan layanan di Indonesia, seperti Netflix, Spotify, atau platform e-commerce internasional.

4. Bea Masuk

Jika barang yang dibeli melalui platform e-commerce berasal dari luar negeri, konsumen di Indonesia dikenakan bea masuk serta pajak impor. Tarif bea masuk biasanya dihitung berdasarkan jenis barang dan nilai barang yang diimpor.

Manfaat Pajak E-Commerce

Dengan menerapkan pajak e-commerce, pemerintah bisa mengatur dan menyeimbangkan sistem perpajakan antara bisnis konvensional dan bisnis digital, sekaligus mendukung transparansi dan keadilan dalam ekosistem bisnis.

Tantangan Pajak E-Commerce

Pajak e-commerce sering menghadapi tantangan dalam penegakan hukum, terutama terkait platform internasional yang mungkin tidak memiliki kehadiran fisik di Indonesia, serta kesulitan dalam mengawasi transaksi antar-negara.

cara pembayaran pajak e-commerce

Pembayaran pajak untuk bisnis e-commerce di Indonesia dapat dilakukan melalui beberapa tahapan dan mekanisme yang telah diatur oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Berikut adalah langkah-langkah cara pembayaran pajak e-commerce:

1. Registrasi NPWP

Sebelum membayar pajak, pelaku usaha e-commerce harus memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). NPWP ini bisa didaftarkan secara online melalui situs DJP atau secara langsung di kantor pajak terdekat. Pemilik usaha individu maupun perusahaan harus mendaftarkan NPWP sesuai dengan bentuk usahanya.

2. Melakukan Pembukuan atau Pencatatan

Pelaku usaha e-commerce harus melakukan pencatatan dan pembukuan yang baik atas penghasilan dan biaya usaha. Ini penting untuk menghitung besarnya pajak yang harus dibayarkan. Untuk UMKM dengan omset di bawah Rp 4,8 miliar per tahun, cukup melakukan pencatatan sederhana.

3. Melaporkan dan Menghitung Pajak

Tergantung pada jenis usaha dan jenis pajak yang harus dibayar, pelaku usaha harus menghitung sendiri pajak yang terutang. Pajak yang terkait dengan e-commerce antara lain:

  • PPh Pasal 4 ayat (2) untuk UMKM: Tarif pajak final sebesar 0,5% dari omset bruto.
  • PPh 21: Untuk gaji atau upah yang dibayarkan kepada karyawan.
  • PPN (Pajak Pertambahan Nilai): Jika omset usaha telah melebihi Rp 4,8 miliar per tahun, pelaku usaha harus menjadi Pengusaha Kena Pajak (PKP) dan memungut PPN sebesar 11% dari setiap transaksi barang/jasa kena pajak.
  • Pajak PMSE (Perdagangan Melalui Sistem Elektronik): Khusus untuk platform digital asing yang menjual produk/jasa digital di Indonesia.

4. Membuat ID Billing

Setelah menghitung besarnya pajak terutang, pelaku usaha harus membuat ID Billing melalui sistem DJP Online atau melalui aplikasi e-Billing pajak. Berikut langkah-langkahnya:

  • Masuk ke situs DJP Online.
  • Pilih menu e-Billing untuk membuat ID Billing.
  • Masukkan jenis pajak dan masa pajak sesuai yang berlaku (misalnya PPh Final atau PPN).
  • Sistem akan menghasilkan Kode Billing yang digunakan untuk membayar pajak.

5. Melakukan Pembayaran Pajak

Pembayaran pajak dilakukan menggunakan Kode Billing yang telah dibuat. Pembayaran bisa dilakukan melalui berbagai kanal:

  • ATM: Bank-bank yang bekerja sama dengan DJP, seperti BNI, BRI, Mandiri, dan bank lainnya, menyediakan layanan pembayaran pajak melalui ATM.
  • Internet Banking: Pelaku usaha bisa membayar pajak melalui fasilitas internet banking dari bank yang telah bekerja sama dengan DJP.
  • Mobile Banking: Fitur pembayaran pajak juga tersedia di beberapa aplikasi mobile banking.
  • Teller Bank: Pembayaran pajak juga dapat dilakukan langsung di teller bank dengan memberikan Kode Billing.
  • Marketplace: Beberapa marketplace di Indonesia, seperti Tokopedia dan Bukalapak, juga menyediakan layanan pembayaran pajak.

6. Melaporkan Pajak (SPT)

Setelah pembayaran pajak, pelaku usaha wajib melaporkan pajaknya melalui Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) atau SPT Masa untuk beberapa jenis pajak seperti PPN. Pelaporan dilakukan secara online melalui DJP Online atau dengan mengunduh aplikasi e-Filing:

  • Laporan SPT Tahunan untuk wajib pajak pribadi atau badan usaha.
  • Pelaporan SPT Masa untuk PPN, PPh 21, dan jenis pajak lainnya yang memerlukan laporan bulanan.

7. Penyimpanan Bukti Pembayaran

Setelah melakukan pembayaran, wajib pajak akan menerima bukti setoran pajak. Bukti ini penting untuk disimpan sebagai arsip dan digunakan saat pelaporan pajak di SPT.

Contoh Alur Pembayaran Pajak E-Commerce:

  1. Hitung total omset atau penghasilan dalam satu periode (bulanan/tahunan).
  2. Hitung pajak terutang sesuai jenis pajaknya (misal, 0,5% untuk UMKM atau 11% untuk PPN).
  3. Buat ID Billing di DJP Online.
  4. Lakukan pembayaran pajak melalui bank atau kanal yang tersedia.
  5. Laporkan SPT melalui e-Filing.

Hal-hal  agar mencegah terjadinya denda saat pembayaran.

Untuk mencegah terjadinya denda saat pembayaran pajak, ada beberapa hal penting yang harus diperhatikan oleh pelaku usaha, termasuk dalam e-commerce. Berikut adalah langkah-langkah yang bisa dilakukan:

1. Bayar Pajak Tepat Waktu

Salah satu penyebab denda adalah keterlambatan dalam pembayaran pajak. Oleh karena itu, penting untuk mengetahui tenggat waktu pembayaran setiap jenis pajak. Berikut beberapa contoh tenggat waktu umum:

  • Pajak Penghasilan (PPh): Pajak harus dibayar paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir.
  • PPN: PPN harus dilaporkan dan dibayar paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya.
  • SPT Tahunan: Untuk wajib pajak pribadi, SPT Tahunan harus dilaporkan paling lambat 31 Maret. Sedangkan untuk wajib pajak badan, batas waktunya adalah 30 April.

Jika pembayaran dilakukan setelah batas waktu tersebut, akan dikenakan denda keterlambatan. Denda keterlambatan pelaporan SPT Tahunan adalah Rp100.000 untuk wajib pajak pribadi dan Rp1.000.000 untuk wajib pajak badan.

2. Lakukan Pembayaran Sesuai Perhitungan yang Tepat

Selain tepat waktu, penting juga memastikan bahwa perhitungan pajak dilakukan secara benar. Kesalahan dalam menghitung pajak bisa menyebabkan pajak yang dibayarkan kurang dari yang seharusnya, sehingga berisiko terkena denda kekurangan pembayaran pajak. Beberapa hal yang bisa dilakukan untuk menghindari kesalahan perhitungan:

  • Gunakan software akuntansi yang mendukung perhitungan pajak.
  • Konsultasikan dengan konsultan pajak jika perlu.
  • Pahami peraturan terbaru terkait tarif dan kebijakan pajak.

3. Simpan Bukti Pembayaran dan Arsip dengan Rapi

Setelah melakukan pembayaran pajak, pastikan untuk menyimpan bukti pembayaran dan dokumen perpajakan lainnya dengan baik. Ini penting untuk memverifikasi bahwa pajak telah dibayar dan dilaporkan dengan benar jika diperlukan oleh pihak otoritas pajak. Kehilangan bukti pembayaran bisa menyebabkan masalah jika ada pemeriksaan pajak di masa depan.

4. Manfaatkan Layanan e-Billing dan e-Filing

DJP telah menyediakan sistem online untuk mempermudah pembayaran dan pelaporan pajak. Menggunakan e-Billing dan e-Filing memungkinkan pembayaran dan pelaporan dilakukan secara tepat waktu tanpa harus ke kantor pajak, sehingga mengurangi risiko keterlambatan. Pastikan selalu memperbarui informasi terkait perubahan sistem atau regulasi baru dari DJP.

5. Mengatur Pengingat Jadwal Pembayaran Pajak

Agar tidak terlambat membayar atau melaporkan pajak, sangat membantu untuk mengatur pengingat jadwal pembayaran secara berkala. Ini bisa dilakukan melalui kalender elektronik, aplikasi manajemen tugas, atau reminder yang disiapkan oleh software akuntansi. Beberapa aplikasi juga menyediakan notifikasi otomatis terkait jadwal pajak.

6. Perhatikan Kebijakan Pajak Terbaru

Peraturan pajak dapat berubah dari waktu ke waktu. Penting bagi pelaku usaha untuk selalu memperhatikan kebijakan pajak terbaru dari DJP. Perubahan tarif pajak, kebijakan insentif pajak, atau pembebasan pajak bisa mempengaruhi jumlah yang harus dibayar dan waktu pembayaran.

7. Laporkan SPT dengan Benar

Kesalahan dalam pengisian Surat Pemberitahuan (SPT) bisa menyebabkan terjadinya masalah pajak, termasuk potensi denda jika terjadi kekurangan pelaporan. Oleh karena itu, pastikan bahwa semua informasi yang dimasukkan dalam SPT sesuai dengan data keuangan yang sebenarnya, termasuk jumlah penghasilan, potongan, dan kredit pajak.

8. Manfaatkan Fasilitas Insentif Pajak

Pemerintah sering kali memberikan insentif pajak kepada pelaku usaha tertentu, misalnya untuk UMKM atau sektor industri tertentu. Memanfaatkan fasilitas insentif pajak seperti pengurangan tarif pajak atau pengecualian pajak dapat membantu mengurangi beban pajak dan menghindari kesalahan pembayaran. Pastikan untuk mengetahui apakah bisnis kamu memenuhi syarat untuk insentif pajak.

9. Konsultasi dengan Ahli Pajak

Jika pengelolaan pajak dirasa kompleks, apalagi untuk bisnis e-commerce yang melibatkan banyak transaksi, tidak ada salahnya untuk konsultasi dengan konsultan pajak. Seorang ahli pajak bisa membantu dalam memastikan bahwa semua kewajiban pajak terpenuhi, serta membantu menghindari denda dan masalah pajak lainnya.

Dengan mengikuti langkah-langkah di atas, pelaku usaha e-commerce bisa memastikan bahwa kewajiban perpajakan dipenuhi dengan benar dan tepat waktu, sehingga dapat menghindari denda serta masalah perpajakan di masa mendatang.

Beberapa perbedaan pajak e-commerce dengan pajak yang lain

Pajak e-commerce memiliki beberapa perbedaan dibandingkan dengan pajak yang berlaku pada bisnis konvensional atau jenis pajak lainnya. Berikut adalah beberapa perbedaan utama:

1. Cara Transaksi dan Objek Pajak

  • Pajak E-Commerce: Objek pajak e-commerce mencakup transaksi digital yang dilakukan melalui internet, termasuk penjualan barang fisik, jasa, dan produk digital (seperti aplikasi, musik, atau layanan streaming). Dalam e-commerce, sering terjadi transaksi lintas batas negara yang melibatkan platform digital asing.
  • Pajak Konvensional: Objek pajak biasanya mencakup transaksi fisik atau tradisional seperti penjualan di toko, layanan profesional yang disediakan secara langsung, atau transaksi melalui perantara non-digital.

2. Jenis Pajak Tambahan

  • Pajak E-Commerce: Selain pajak penghasilan dan PPN, pelaku e-commerce dihadapkan dengan Pajak Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) yang khusus dikenakan pada transaksi digital, terutama untuk platform digital asing. PMSE dikenakan pada barang/jasa digital yang disediakan oleh platform asing yang tidak memiliki kehadiran fisik di Indonesia, seperti Netflix, Spotify, Amazon, dll.
  • Pajak Konvensional: Bisnis fisik tidak diharuskan membayar PMSE, karena transaksi mereka tidak melibatkan platform digital internasional atau barang/jasa digital yang disediakan melalui internet.

3. Pajak atas Platform Digital

  • Pajak E-Commerce: Penyedia layanan atau platform digital seperti marketplace, penyedia aplikasi, atau situs layanan online harus memungut dan melaporkan pajak yang berasal dari transaksi yang dilakukan di platform mereka. Contohnya, platform seperti Shopee, Tokopedia, dan Lazada harus melaporkan PPN yang mereka pungut dari penjual yang menggunakan platform mereka.
  • Pajak Konvensional: Tidak ada platform khusus yang terlibat dalam pemungutan pajak. Bisnis langsung mengurus kewajiban pajak mereka sendiri tanpa perantara platform digital.

4. Bea Masuk dan Pajak Impor

  • Pajak E-Commerce: Dalam transaksi e-commerce yang melibatkan pembelian barang dari luar negeri, konsumen dikenakan bea masuk dan pajak impor, tergantung nilai barang yang dibeli dan jenis barang. Hal ini berlaku misalnya pada pembelian barang dari Amazon atau eBay. Pengawasan terhadap pajak impor dan bea masuk ini semakin ketat dalam transaksi online.
  • Pajak Konvensional: Bisnis lokal yang menjual barang dalam negeri biasanya tidak terlibat dengan pajak impor atau bea masuk, kecuali jika mereka terlibat dalam impor barang secara langsung.

5. Metode Pemungutan PPN

  • Pajak E-Commerce: Untuk penjualan barang/jasa digital atau transaksi melalui platform e-commerce yang dikenakan PPN, platform bertindak sebagai pemungut pajak dan menyetor PPN kepada otoritas pajak. Contohnya, jika kamu membeli layanan streaming atau aplikasi dari luar negeri, PPN akan dipungut langsung oleh penyedia layanan atau platform tersebut.
  • Pajak Konvensional: Dalam bisnis konvensional, PPN biasanya dipungut oleh penjual atau penyedia layanan langsung, tanpa perantara platform digital. Penjual di toko fisik, misalnya, memungut PPN langsung dari pelanggan dan menyetorkannya ke kantor pajak.

6. Pelaporan Pajak Internasional

  • Pajak E-Commerce: Karena banyak bisnis e-commerce melakukan transaksi lintas negara, pelaporan pajaknya bisa lebih rumit, terutama jika melibatkan platform digital asing. Beberapa negara, termasuk Indonesia, memiliki kebijakan untuk memajaki perusahaan digital internasional yang beroperasi di negaranya, seperti Google, Facebook, dan Netflix.
  • Pajak Konvensional: Pajak pada bisnis konvensional biasanya lebih bersifat lokal dan jarang melibatkan transaksi internasional, kecuali untuk impor/ekspor barang, yang memiliki aturan pajak yang terpisah dan berbeda dari pajak e-commerce.

7. Regulasi yang Terus Berkembang

  • Pajak E-Commerce: Mengingat perkembangan teknologi dan meningkatnya volume transaksi digital, regulasi pajak e-commerce lebih dinamis dan berkembang. Pemerintah sering kali harus mengeluarkan kebijakan baru untuk mengakomodasi perubahan di sektor ini, seperti penyesuaian tarif PPN untuk layanan digital atau peraturan terkait pajak untuk platform asing.
  • Pajak Konvensional: Regulasi pajak untuk bisnis konvensional cenderung lebih stabil dan tidak mengalami perubahan sesering pajak untuk sektor digital. Perubahan dalam pajak konvensional lebih berkaitan dengan perubahan kebijakan fiskal umum, seperti perubahan tarif PPN atau PPh.

8. Fokus pada Produk Digital

  • Pajak E-Commerce: Selain barang fisik, produk digital seperti aplikasi, konten media, dan layanan cloud juga dikenai pajak. Misalnya, pembelian software dari platform digital seperti Google Play Store atau App Store akan dikenakan PPN. Produk digital ini lebih sulit diawasi dalam pajak konvensional.
  • Pajak Konvensional: Fokus utama adalah pada barang fisik dan jasa yang disediakan secara langsung (non-digital), dan pajak produk digital umumnya tidak relevan untuk bisnis tradisional.

Secara keseluruhan, pajak e-commerce lebih kompleks karena melibatkan transaksi lintas negara, platform digital, dan barang/jasa digital. Sementara itu, pajak pada bisnis konvensional biasanya lebih sederhana dan difokuskan pada transaksi fisik dan lokal. Selain itu, regulasi pajak e-commerce cenderung berkembang seiring dengan pesatnya kemajuan teknologi digital.

Kekurangan dan kelebihan pajak e-commerce

Pajak e-commerce memiliki kelebihan dan kekurangan yang perlu dipahami oleh pelaku usaha dan pemangku kepentingan terkait. Berikut adalah analisis mengenai kelebihan dan kekurangan pajak e-commerce:

Kelebihan Pajak E-Commerce

  1. Pendapatan Negara yang Lebih Besar
    • Pajak e-commerce dapat meningkatkan pendapatan negara dengan mengumpulkan pajak dari transaksi digital yang sebelumnya tidak terdeteksi atau tidak dikenakan pajak. Ini berpotensi menambah kas negara yang dapat digunakan untuk pembangunan infrastruktur dan pelayanan publik.
  2. Keadilan dalam Sistem Perpajakan
    • Dengan adanya pajak e-commerce, terdapat upaya untuk menciptakan keadilan antara bisnis tradisional dan bisnis digital. Pajak e-commerce memastikan bahwa semua pelaku usaha, baik yang beroperasi secara konvensional maupun digital, berkontribusi dalam pembiayaan negara.
  3. Regulasi dan Pengawasan yang Lebih Baik
    • Pajak e-commerce memaksa pemerintah untuk mengembangkan regulasi yang lebih baik terkait transaksi digital, termasuk pengawasan terhadap penyedia layanan internasional. Ini membantu dalam mencegah praktik-praktik tidak etis dan penghindaran pajak.
  4. Fasilitasi Perkembangan Ekonomi Digital
    • Dengan pengenaan pajak yang jelas dan transparan, pajak e-commerce dapat memberikan kepastian hukum bagi pelaku usaha digital. Hal ini mendorong pertumbuhan ekonomi digital dan menarik lebih banyak investasi ke sektor ini.
  5. Mendorong Inovasi dan Kualitas Layanan
    • Dengan adanya pajak, penyedia layanan e-commerce cenderung lebih inovatif dan berusaha meningkatkan kualitas layanan untuk tetap bersaing, karena pajak yang dibayarkan akan berkontribusi pada pembangunan infrastruktur digital.

Kekurangan Pajak E-Commerce

  1. Beban Pajak bagi Pelaku Usaha
    • Pengenaan pajak e-commerce dapat menjadi beban tambahan bagi pelaku usaha, terutama UMKM, yang mungkin belum sepenuhnya siap untuk memenuhi kewajiban perpajakan. Hal ini dapat membatasi pertumbuhan dan daya saing mereka.
  2. Kesulitan dalam Penegakan Hukum
    • Mengawasi dan menegakkan pajak e-commerce bisa sulit, terutama ketika melibatkan transaksi lintas batas. Platform internasional mungkin tidak sepenuhnya mematuhi peraturan pajak yang berlaku di suatu negara, membuat pengawasan menjadi tantangan.
  3. Kompleksitas Peraturan Pajak
    • Pajak e-commerce sering kali melibatkan peraturan yang kompleks, yang bisa sulit dipahami oleh pelaku usaha. Ini berpotensi menyebabkan kebingungan dan kesalahan dalam pelaporan atau pembayaran pajak.
  4. Potensi Penghindaran Pajak
    • Karena sifatnya yang digital dan lintas batas, ada potensi bagi beberapa pelaku usaha untuk menghindari pajak dengan memanfaatkan celah hukum atau memilih untuk beroperasi di negara dengan pajak yang lebih rendah.
  5. Dampak pada Konsumen
    • Pengenaan pajak e-commerce dapat mengakibatkan kenaikan harga bagi konsumen. Misalnya, jika penyedia layanan harus memungut PPN, hal ini akan meningkatkan harga produk atau layanan yang ditawarkan kepada pelanggan.
  6. Ketidakpastian Hukum untuk Platform Asing
    • Bagi platform digital asing, penerapan pajak e-commerce dapat menciptakan ketidakpastian hukum mengenai kewajiban perpajakan mereka di negara lain. Hal ini dapat mempengaruhi keputusan mereka untuk berinvestasi atau beroperasi di pasar tersebut.

Demikian terkait Pajak E-Commerce

Jika Sobat Acis ingin melakukan pencatatan, menghitung dan menganalisa sebuah data biaya pada suatu perusahaan industry untuk pembuatan laporan perpajakan menggunakan salah satu software pajak. Tetapi sudah Kelelahan sehingga sudah tidak focus, rungsing, tantrum, sampai pusing menjelimet, dan sudah tidak kuat untuk melakuan Penginputan. Tenang saja Tim Acis punya kabar baik yaitu Acis memiliki program SatSet Accounting yang sudah berpengalaman lebih dari 15 tahun dan menghandle bermacam pembukuan dari berbagai bidang usaha, dan dalam pengerjaan nya sudah menggunakan Accounting System yang akan memastikan laporan keuangan yang dihasilkan menjadi cepat dan akurat. Sehingga laporan keuangan yang mudah dibaca dan diupdate secara berkala.

Bila ada yang kurang jelas dan ingin mendapat penjelasan yang lebih spesifik dari tim solution expert kami silahkan hubungi kami ACIS Indonesia melalui telpon di 021-29018652 / 087884538950 atau email ke [email protected]. Kami siap membantu Anda..!

Kami ACIS Indonesia adalah konsultan penjualan resmi Software Accounting ACCURATE. Kami juga menyediakan jasa training ACCURATE dan maintenance ACCURATE bagi perusahaan yang sudah menggunakan software ACCURATE dan mengalami kendala atau kesulitan dalam penggunaan software ACCURATE nya anda dapat menghubungi kami pada email : [email protected]. Kami selalu siap melayani Anda mulai dari Aceh, Padang, Jambi, Bengkulu, Medan, Palembang, Bangka Belitung, Serang, Tangerang, Jakarta, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Surabaya, Bali, Lombok, Pontianak, Balikpapan, Manado, Makassar sampai Papua.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *